Selasa, 04 Januari 2011

Jadilah Dirimu, Bukan Orang Lain


"Jangan Menyerah, Jadilah Dirimu. Karena Hidup Terlalu Pendek Untuk Jadi Orang Lain"
Status pada facebook seorang teman yang baru di update kurang lebih tiga jam yang lalu. "do not give up,be your self". terlintas dalam pikiran saya, cukup menarik apabila kalimat ini saya telisik secara sederhana di tengah kesibukan saya dalam melengkapi literature dan pustaka proposal penelitian saya. Kecenderungan manusia dengan apa dan siapa yang ia gandrungi membuat seorang manusia terkadang mengikuti hal tersebut. Memang apa yang ada dalam diri seseorang, terkadang tidak terlihat dan tidak dikembangkan oleh yang punya. Apa yang ada pada orang lain terlihat lebih menawan dan menarik untuk dilakoni. Kalau boleh jujur, ketika saya mengalami hal itu hanya rasa gundah dan risau yang ada dalam benak pribadi. Selalu dan terus untuk ingin seperti orang lain. Ketidaksesuaian pada diri terhadal hal yang kita inginkan dari orang lainlah yang membuat diri ini risau.


Sebuah kisah fiktif dari Andrie Wongso untuk memberikan analogi tidak percaya diri pada diri pribadi. “ Di puncak sebuah mercusuar, tampak lampu mercusuar yang gagah dengan sinarnya menerangi kegelapan malam. Lampu itu menjadi tumpuan perahu para nelayan mencari arah dan petunjuk menuju pulang.

Dari kejauhan, pada sebuah jendela kecil di rumah penjaga mercusuar, sebuah lampu minyak setiap malam melihat dengan perasaan iri ke arah mercusuar. Dia mengeluhkan kondisinya, “Aku hanyalah sebuah lampu minyak yang berada di dalam rumah yang kecil, gelap dan pengap. Sungguh menyedihkan, memalukan, dan tidak terhormat. Sedangkan lampu mercusuar di atas sana, tampak begitu hebat, terang dan perkasa. Ah….Seandainya aku berada di dekat mercusuar itu, pasti hidupku akan lebih berarti, karena akan banyak orang yang melihat kepadaku dan aku pun bisa membantu kapal para nelayan menemukan arah untuk membawanya pulang ke rumah mereka dan keluarganya.”

Suatu ketika, di suatu malam yang pekat, petugas mercusuar membawa lampu minyak untuk menerangi jalan menuju mercusuar. Setibanya di sana, penjaga itu meletakkan lampu minyak di dekat mercusuar dan meninggalkannya di samping lampu mercusuar. Si lampu minyak senang sekali. Impiannya menjadi kenyataan. Akhirnya ia bisa bersanding dengan mercusuar yang gagah. Tetapi, kegembiraannya hanya sesaat. Karena perbandingan cahaya yang tidak seimbang, maka tidak seorang pun yang melihat atau memperhatikan lampu minyak. Bahkan, dari kejauhan si lampu minyak hampir tidak tampak sama sekali karena begitu lemah dan kecil.

Saat itu, lampu itu menyadari satu hal. Ia tahu bahwa untuk menjadikan dirinya berarti, dia harus berada di tempat yang tepat, yakni di dalam sebuah kamar. Entah seberapa kotor, kecil dan pengapnya kamar itu, tetapi di sanalah lebih bermanfaab. Sebab, meski nyalanya tak sebesar mercusuar, lampu kecil itu juga bisa memancarkan sinarnya menerangi kegelapan untuk orang lain. Lampu kini tahu, sifat iri hati dan risau karena selalu membandingkan diri dengan yang lain, cenderung mengikuti yang lain justru membuat dirinya tidak bahagia dan memiliki arti.
Begitulah kira-kira kisah lampu minyak, pada akhirnya dia sadar bahwasannya sesuatu yang ada pada dirinya walaupun hal itu kecil dan sepele bahkan kadang tidak berguna bagi orang lain tetapi yakin pasti mempunyai arti dan guna pada situasi dan kondisi nya. Bagi saya, kalau saya menjadi orang lain lantas siapa yang menjadi SAYA?!! Itulah pada intinya, padahal sekecil apapun keberadaan saya dan kontribusi saya pada lingkungan saya pasti ada guna tersendiri.
Memang bisa dibilang tidak mudah menjadi diri sendiri, cukup berat bahkan ada yang mengatakan TIDAK BISA. Dengan alasan karena sejak lahir kita sudah di “timang-timang” oleh orang tua kita kalau kita nantinya telah menjadi dewasa biar seperti si ini, si anu dan si si yang lain. Dalam hal ini menurut saya adalah hal yang dapat ditanggapi dengan baik. Banyak orang-orang hebat disekitar kita yang terkadang mempengaruhi penampilan bahkan pemikiran kita. Contohnya nabi Muhammad, sukarno, Voltaire, Nietzche, mohammad hatta, tan malaka, gus dur, ayu utami, pramoedya, bob sadino, ian antono, armand maulana dan bethoven serta masih banyak tokoh lainnya. Bukan untuk menjadi diri mereka, tetapi bagaiman dengan menganggap mereka sebagai referensi kita untuk membantu menemukan jati diri kita. Kita hidup perlu sebuah pedoman, tetapi pedoman itu tidak mematikan langkah kita untuk menjdi diri kita.
Oke.. jangan sungkan untuk menjadi diri sendiri. Karena hidup sebagai diri sendiri akan terasa nikmat karena dengan kondisi apapun kita dapat melakukan hal baik untuk lingkungan kita tanpa rasa risau dan gundah. lebih baik menjadi diri sendiri dari padamenjadi orang lain tetapi terbebani untuk kedepannya. Tak sulit menjadi diri sendiri,hanya tinggal mensyukuri apa yg telah dianugrahkan kepada diri kita dan tentunya terus membaca situasi dan kondisi diri dan sekitar sebagai media belajar nurani kita. Oleh : Hariadi P.