Selasa, 07 Agustus 2012

Robohnya surau kami (Resensi Cerpen...)


"Sebuah upaya dalam menarik khasanah dari sebuah karya besar sang maestro: AA Navis"

Diawali dari cerita orang yang mendedikasikan diri untuk taat beribadah kepada tuhan. Warga setempat akrab memanggilnya dengan “kakek”. Sudah bertahun-tahun kakek ini menjadi garin pada sebuah surau yang ada di desa tersebut. Garin, mungkin bisa disebut juga dengan bapak kebon yang ada di gedung sekolah. Cuman kalau garin ini menjaga surau dengan sepenuhnya menyerahkan diri kepada Tuhannya. Meninggalkan semua kegiatan yang beraroma keduniawian. Dilain sisi, kakek tidak begitu dikenal sebagai garin, kakek lebih dikenal sebagai pengasah pisau. Karena ia begitu mahir dalam pekerjaan itu.
Tapi kakek sekarang sudah tidak ada, tinggalah surau yang makin hari makin tembus pandang karena sekali hari gelap perempuan2 yang kehabisan kayu bakar akan dengan gembira mengambil satu demi satu papan dinding surau. Anak-anak juga tidak mau kalah untuk menyihir surau tua itu menjadi arena bermain. Dan kian hari kesucian tsb bakal roboh. Inilah manusia sekarang yang masa bodoh pada sesuatu yang sudah tidak dijaga.
Kerobohan tempat suci tsb berawal dari sebuah dongeng dari Ajosidi kepada kakek. Begini ceritanya, pada saat nanti semua manusia dan makluk diseluruh alam ini berpulang, maka satupersatu manusia akan dimintai pertanggungjawaban. Pada satu waktu dan satu tempat manusia akan ditanya satu perasatu. Sangat banyak manusia disana dan sangat lama karena saat di dunia sangatlah banyak peperangan dan KKN dinegeri. Salah seorang dari banyak orang adalah Haji Saleh. Haji Saleh merasa yakin seyakin-yakinnya dia akan masuk surge. Ketika dia melihat manusia dimasukkan neraka, dia tersenyum sungging, ketika dia melihat manusia dimasukkan surge, dia melambaikan tangannya seakan-akan mereka akan berjumpa di surga.
Pas giliran dia ditanya. Engkau…? Hamba saleh tuhan, karena sudah ziarah ke mekah maka dipanggil Haji Saleh. Aku tidak Tanya nama, karena nama hanya untuk di dunia. Apa kerjamu di dunia? “aku menyembah engkau selalu tuhanku”. Jawab Haji Saleh. “ lain? “. “ setiap hari setiap malam bahkan setiap masa aku menyebut nama Mu tuhanku”……dan pertanyaan dari tuhan terus diberikan ke Haji Saleh, dan Haji Saleh selalu menjawab dengan kerendahan dan kepatuhan kepada tuhannya. Dan sampai jawaban yang terakhir dari Haji Saleh masihlah tetap menggambarkan kebaktian haji saleh dalam beribadah pada tuhan, tak ada lagi selain itu. Kemudian tuhan memerintahkan ke malaikat untuk menjewer Haji Saleh ke neraka. Haji Saleh tidak mengerti kenapa tuhan memasukkan ia ke neraka. Tapi ia yakin tuhan tak silap.
Dan kala Haji Saleh masuk di neraka, begitu tercengangnya Haji Saleh. Ia melihat kerumunan yang ada di neraka adalah bangsa se-negerinya yang tak kurang sembahyangnya, bahkan ada orang yang sampai 14 kali ke mekkah dan bergelar syekh pula.
“ bagaimana tuhan kita ini? “ kata haji saleh. “ bukannya kita disuruhnya taat beribadat, teguh beriman ? dan itu semua sudah kita kerjakan selama hidup kita. Tapi kini kita dimasukkan Nya ke neraka. “
“ ya, kami juga heran. Tengoklah itu orang-orang disekitar kita semua, dan tak kurang ketaatannya”. Kata salah seorang dari mereka.
Dan percakapan kerumunan teruslah berlanjut sampai pada suatu kesepakatan untuk mendemonstrasi tuhan, bahkan akan merevolusi kalau tuhan tidak mengakui kesilapan NYA. Haji saleh menjadi pemimpin pada kerumunan tersebut, dengan suara bergema dan berirama indah haji saleh menyampaikan protes ke tuhan. Seperti biasa dengan gaya umat pengabdi da nisi protesnya kenapa tuhan memasukkan mereka ke neraka, padahal mreka sangat tekun ibadatnya.
“ kalian tinggal dimana di dunia ? “. Tanya tuhan.
“ kami ini adalah umatmu yang tinggal di Indonesia, tuhanku “
“o..di negeri yang tanahnya subur itu ? “
“ Ya, benarlah itu, tuhan “
Dan percakapan terus mengalun yang menggabarkan bagaiman bumi yang subur dan kaya raya akan sumber daya alam di Indonesia, tetapi manusia indonesia malah menjadi budak dan punya ketertarikan terhadap peperangan sesame saudara.  Manusia yang rela melarat, dan lebih parah adalah rela kalau anak cucunya juga melarat sepertinya. Manusia Indonesia lebih suka beribadat, karena memang,  beribadat tidak mengeluarkan peluh dan tidak membanting tulang. Sedang tuhan menyuruh manusia untuk beramal disamping beribadat. Bagaimana mau beramal kalau manusianya melarat, suka berkelahi diantara sesame, saling menipu dan saling memeras. Kemudian tuhan kembali memerintahkan malaikat untuk membawa mereka ke neraka sehingga pucat pasi menjelma dalam mukanya.
Dalam perjalanan haji saleh kembali bertanya kepada malaikat. “ salahkan menurut pendapatmu, kalau kami menyembah tuhan di dunia ?”. “ tidak, kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan diri sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat bersembahyang. Inilah kesalahanmu terbesar, terlalu egoistis. Padahal kau di dunia berkaum, bersaudara semuanya……..”
Demikianlah cerita ajosidi kepada kakek. Dan esok harinya kakek meninggal dengan menggorok lehernya dengan pisaunya ajosidi.
Dan sejak itulah surau di desa tidak ada penjaga dan mulai melaju selaju anak-anak lari di dalam surau.
Cerpen ini ditlis oleh AA Navis pda tahun 1956. Latar tempat sepertinya di kota padang, hal ini ditunjukan dengan ucapan langgar dengan surau, garin dan yang lainnya. Dari tahun dan latar tempat, memang pada saat itu di padang sangatlah mewabah rutinitas taat beragama yang sangat cenderung pada kulit luarnya. Kalau menrut saya ini adalah sebuah kritikan Navis terhadap manusia setempat bahkan mungkin juga se negeri ini. Hal serupa juga pernah dilakukan oleh seorang syekh jenar pada masa pemerintahan kerajaan mataram. Dengan ma’rifat  “manunggaling kawula gusti”.
Navis mengkritisi cara pandang dan laku masyarakat indoneia bahwa ibadat kepada tuhan hanay sebatas sembahyang, puasa dan haji (kalau dalam islam). Dengan cerpen ini navis menawarka bahwa kerja dg baik dan tekun, mengolah sumber daya alam dan mewariskan kekayaan untuk kebaikan saudara-saudaranya yang memerlukan merupakan ibadat yang mulia.
Navis juga mengingatkan bahwa upaya untuk memperoleh dunia dan akhirat haruslah seimbang.
Dalam persoalan beribadat, navis juga memaparkan suatu tingkat kialiman dan keimanan seseorang. Hal ini ditunjukan pada soso kakek, yang pada awalnya kakek adalah seorang yang khusuk sembahyangnya. Trtapi setelah mendengar cerita ajo sidi kakek lebih memilih mati bunuhdiri. Mungkin karena bimbang dan resah dalam hati yang bergejolak dengan sangat. Bukan karena marah kepada ajo sidi melalui bualannya itu.
Sebagai perihal peribadatan, H Saleh yang juga dicerminkan kealimannya (dalam arti traditional) tetapi malah dimasukkan ke neraka. Hal ini dalam fikir saya, dalam suatu masa kealiman seseorang juga berunsur egoistis. Navis telah menilai keutuhan keiklasan dalam beribadah, kesadaran dalam beribadah ia cuba untuk ditumbuhkan dalam nurani manusia secara utuh.
Sekiranya juga perlu kita melihat makna cerpen ini secara metaforikal. Sangatlah nyata kalau kakek dan suraunya ini melambangkan institusional. Kalaulah surau itu melambangkan institusi agama maka kakek melambangkan elit agama dan pemeluk agama. Kalau kita yakin bahwasannya eksistensi agama merupakan tuntunan dalam kehidupan untuk menjaga kestabilan social dan kondisi alam serta sebagai penuntun kehidupan. Sudah barang nyata di depan alis kita, bahwa kemiskinan, tindak kekerasan, penyelewengan kekuasaan, kerusakan hutan dan degradasi alam serta banyak lagi. Yang semua itu merupakan tanggung jawab kita untuk memperbaiki dan memperbarui dengan kesadaran yang religious.
Nunukan, Juli 2011


Salam Jumpa (lagi..)

Seperti benih jabon yang telah matang, kemudian tertiup udara dengan pola arah yang tak tentu. Berhambur pada setiap lantai hutan yang tak pernah diinginkan oleh pohon induk pada sebelumnya. Ada yang terhampar dekat induknya, pun ada juga yang sampai berjarak puluhan meter dengan induknya. Tapi kondisi keduanya tak memberi beda yang terlalu berarti bagi benih-benih tersebut. Kebanyakan benih tersebut memilih untuk bermalas daripada langsung menumbuhkan plumulanya. apalagi didukung dengan ruang yang nyaman untuk bermalas juga istirahat dari aktivitas pertumbuhan menjadi lebih besar dan dewasa. Kondisi inilah kalau dalam keilmuan budidaya hutan disebut dengan masa "dormansi". 
Dormansi, istilah itulah yang mungkin cocok disepadankan dengan aktivitas saya menulis pada area blog ini. Januari 2012 lalu adalah bulan terakhir saya menulis pada lembar blog ini. Kurang lebih sudah ada satu semester (sudah kaya cuti kuliah saja....). Namun kejadian malam ini seperti kejadian yang dialami benih jabon dialam, benih jabon setelah mengalami masa kemarau panjang dan kemudian disirami oleh hujan maka benih tersebut akan bangun dari masa dormansinya. Mirip juga dengan kejadian menulis saya. Bukan metafor, tapi ini nyata. Sungguh. Tadi sore baru saja diberikan hujan setelah berapa lama kota yang terkenal dengan sebutan kota hujan ini tak terilhami oleh hujan. Dan malamnya saya menulis di halaman blog ini, dan inilah tulisannya.
Semoga tulisan ini menjadi judul pada sub-bab  pada aktivitas-aktivitas menulis saya di blog yang saya beri nama "serambitengah" ini. Dan tulisan-tulisan lainya akan menyusul. Baik itu tulisan yang memberi arti bagi pembaca ataupun yang terkadang tulisan yang malah membuat bingung pada pembaca. Bahkan saya pun yang menulis juga merasa bingung dalam membacanya.
Hehhe...