“Mengolah
untuk tetap bisa makan dan tetap rimba di bagian penangkap hujan”
![]() |
Jalan di tengah BKPH Dander |
Hari itu adalah pagi di hari minggu. Dan saya baru
bangun saat ada telefon masuk. Maklum pada malem minggu nya kencan dengan bunga
kamboja via signal telkomsel sampai pagi. Betul kata orang, entah siapa yang
bilang atau kapan itu ditulis,setidaknya saya pernah membacanya.
Bahwa,,,,signal adalah asset sangat berharga bagi pelaku yang masuk di area
hubungan jarak jauh.
Oke,, niatnya di minggu ini mau mengingat-ingat hasil dari jalan-jalan ke kecamatan sekar yang berada di batas selatan kabupaten Bojonegoro. ketertarikan saya pada mulanya berawal pada bincang-bincang dengan kawan se RT saat ngopi bareng di Taman Bengawan Solo-taman yang berada di kota Bojonegoro yang lokasinya tepat di bibir sungai Bengawan Solo di utara pasar Kota Prabu Angling Dharma ini.
Bersama empat kawan, Dheni, Gepeng, Aji dan
Nggimbal. Pada tikar pandan di Taman itu kami menikmati kopi tubruk buatan
ibunya Gepeng-owner sekaligus barista warung kopi di taman. Tekstur bubuk
kopinya sedikit kasar, biasanya bubuk kopi yang seperti ini digiling
menggunakan mesin pada penggilingan yang ada di pasar. Untung aroma kopinya
cukup kuat, biji kopinya menandakan dibeli dengan kualitas yang tidak murahan.
Dari aromanya, kopi ini dibuat dengan air yang sangat panas dan betul-betul
mendidih. Srupptt…. sembari menghirup
wangi aroma kopi dan nyesss… sembari melepas resah yang masih menyelip pada
rusuk tulang dada. Kuat asamnya dan gurih.
Warung kopi di taman bengawan solo atau mudahnya
disingkat TBS ini, adalah salah satu titik penikmat kopi mencicip seduhan bubuk
kopi dalam kepulan panas air dari tungku. Selain di TBS ada juga tempat lain
yang tersebar di Bojonegoro. di sebelah barat batas kabupaten Bojonegoro juga
terkenal dengan warung kopinya, dengan menu kopi kotok. Kopi kotok itu kopi
yang cara menyeduhnya bubuk kopi dan gula dicampurkan saat air sedang
dididihkan. Suhu air yang sangat panas akan membuat sari kopi benar-benar
menyatu pada air. Menjadi koloid berwarna hitam yang mendekati rasa espresso.
Sangat cocok untuk penikmat kopi. Bagi yang merasa pait, boleh dicampurkan susu
murni atau krimmer supaya lebih santai rasa kopinya. Eh… ada catatan dalam
penggunaan krimmer, gunakanlah krimmer yang terbuat dari santan kelapa, lebih
sehat karena mengandung lemak jenuh sehat yang dapat menambah kekebalan tubuh.
Pada sela-sela lidah mengecap gurih kopi sembari
memilih serpihan biji kopi yang tampias pada gigi, Gimbal bercerita tentang
petani yang menggarap lahan perhutani di BKPH Dander dan BKPH Sekar KPH
Bojonegoro. kalau dulu saya sering dengar cerita tentang perebutan lahan antara
pemerintah yang diwakili oleh perhutani dengan masyarakat dekat hutan, pada
cerita yang didongengkan oleh Gimbal tampak berbeda. Masyarakat mengolah lahan
perhutani secara terpadu dengan kalender pemanenan dan budidaya Perhutani.
Penasaran saya, dan langsung membuat janji dengan
mereka untuk melihat-lihat daerah-daerah yang diceritakan oleh Gimbal dan
Gepeng. satu malam jeda dari kami ngopi di TBS, paginya kami bersiap nge-trip
ke daerah selatan kabupaten Bojonegoro, yang kaya sumber daya alam dan sumber
daya social. Kami berempat, Gimbal, Gepeng, Mas Eko dan saya sendiri. Berangkat
dari RT kami pukul Sembilan pagi, dan kecamatan Dander sampai daerah Atas angin
(konon ini adalah dataran tertinggi di Bojonegoro) serta kecamatan Sekar adalah
tujuan trip kami hari ini.
Bojonegoro bagian kota adalah dataran rendah dan
datar. Jalan yang kami lalui dengan motor cukup tenang dan tidak menemukan
tantangan yang berarti. Jalan lurus dari kualitas aspal yang cukup baik,
sehingga kami tak harus pilah-pilih mencari bagian badan jalan yang harus kami
lalui. Bojonegoro adalah kabupaten kecil, sehingga kami tak harus banyak-banyak
menghirup udara yang sudah terseduh dengan asap kendaraan yang padat merayap,
lalu lintas di kota kecil ini lantjar djaja. Tak sengaja melihat jarum speedometer pada motor menunjukan angka beberapa baris diatas angka
80. Wah,,ini namanya touring, seperti halnya yang sering dilakukan oleh
comunitas motor banter yang ada di
kabupaten Bojonegoro.
Di Bojonegoro ternyata banyak terdapat penggemar motor
tua yang dimodifikasi mesinnya. Sehingga kalean yang bukan dari daerah
Bojonegoro atau sekitarnya jangan kaget kalau motor CB 100 disini bisa lempeng
berada di depan jika balapan dengan motor baru keluaran dealer dengan cc mesin
250 cc. Kebetulan, salah satu dari berempat yang hari ini tour adalah penggemar
motor banter, Gepeng.
Oke,,motor kami ternyata sudah cukup jauh mengarungi
bahu aspal. Cuaca sedikit mulai terasa berbeda. Pemandangan kanan-kiri jalan
sudah berbeda. Saat ini, yang dapat kami nikmati dari atas motor adalah tegakan
pohon jati yang kanopinya rapat menaungi jalan raya. Adem cuacanya, ayem senyum
ibu-ibu yang sedang nggendong kayu
bakar. Sebuah potret yang menyejukan hati. Di tengah kabar harga minyak dunia
menjulang tinggi, ibu ini masih asyik sendiri dan mandiri dalam menggunakan
bahan bakar untuk kegiatan rumah tangganya.
Tak jauh dari pemandangan barusan, ada kegiatan
pemanenan kayu jati. Pohon jati dengan diameter diatas 30 cm yang sebelumnya
sudah diteres, sehingga sudah mengering tanpa daun. Peneresan bertujuan untuk
mengurangi kadar air pada pohon jati serta mengaktifkan zat tectin pada kayu
secara alami. Peneresan biasanya dilakukan 2 tahun sebelum pemanenan. Sehingga saat
kayu dipanen, pohon sudah mati dan tidak mudah diserang penggerek.
Pada kegiatan pemanenan hutan disini, belum
memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja sesuai standard K3 pada
perusahaan multinasional di Indonesia. Terlihat jelas para pekerja tanpa safety helmet dan safety shoes. Padahal jika kita melihat resiko kecelekaan pada
kegiatan penebangan hutan itu sangat tinggi. Menjadi catatan penting bagi
pemegang kuasa pada pengelolaan hutan jati di daerah ini. Karena safety atau
keselamatan kerja adalah aspek penting dalam bekerja.
Lepas dari unsur safety, ternyata sistem kontrak
kerja pada pekerja penebangan pohon jati di BKPH ini cukup menarik. Selain ada
pembayaran sesuai HOK, ada juga jatah garapan lahan untuk pertanian. Masyarakat
yang tergabung dalam kelompok perhutani mengolah lahan perhutani dengan
menanami jagung. Lahan yang ditanami adalah lahan yang baru saja dipanen
kayunya sampai pada lahan itu ditanami lagi. Setelah lahan itu ditanami dan
sampai pada lahan itu belum tertutup penuh oleh tajuk tanaman budidaya, maka
petani dapat mengelola lahan di Perhutani. Pada lahan yang sudah ditumbuhi
tanaman komoditi dengan tingkat penutupan sudah tinggi, petani memilih untuk
berpindah di area yang baru ditebang.
Pengelolaan lahan hutan bersama masyarakat
memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar hutan. Manfaat langsung berupa
lapangan pekerjaan dan manfaat memiliki lahan garapan. Dan manfaat tidak
langsung berupa iklim mikro yang adem dan seger. Persedian air bersih yang
tidak tersengal-sengal seperti didaerah lainya yang sudah plontos hutanya.
![]() |
Tumpangsari Jati dengan Singkong dan Jagung |
Sumber daya alam yang segar, lahan subur yang
terbentang dengan kemampuan masyarakat mengolah yang sudah matang. Melihat ini,
ingin saja saya bertempat tinggal disini. Ingin saya lama-lama di sini. Bersama
warga local mengolah lahan disetiap jengkal. Mengolah untuk tetap bisa makan
dan tetap rimba di bagian penangkap hujan.
Pukul 11.40 waktu setempat, kami mampir pada kedai
kopi. Warung kopi pinggiran, tampangnya dekil, menu kopinya hanya ada kopi item
biasa. Disini tak ada espresso atau decafe. Tlapak meja berwarna putih keabuan.
Mungkin setahun yang lalu tlapak ini masih berwarna putih bersih. Warungnya boleh
saja sangat apa adanya, tapi pemilik warung sangat ramah. Tak ada yang ia rasakan
keberadaan warungnya serba kucel. Dari gaya ketika bapak setengah baya ini
berbicara, menunjukan nikmat tuhan itu selalu ada di depan rumahnya, warung
satu-satunya.
Kepulan asap pada permukaan liquid hitam sangat menggoda,
saya angkat cangkir dengan pelan-pelan, saya menyutubuhi kopi dalam cangkir
kecil ini. Tak saya sangka, kopinya cukup nikmat. Rasanya boleh diadu dengan
warung-warung kopi di lingkar kampus saya kuliah. Jauh malahan, warung kopi di
sebagian kota besar kebanyakan menggunakan kopi sacetan. Kopi sacetan itu tak
mempunyai variasi rasa, karena ya racikan seragam dari sananya. Tapi racikan
kopi Bapak Darsono siang ini adalah racikan tangan dengan sentuhan emosional
yang kuat. Ia menyeimbangkan takaran kopi dan gula, kopinya lembut, rasa asamnya
tidak terlalu kuat. Ini pasti kopinya jenis arabika. Racikan seperti ini sangat
cocok untuk siang hari. Srupptt….segar..dan mata kembali mekar.
Setelah sekian belas menit saya tergoda oleh rasa
kopi dan berbincang-bincang dengan bapak Darsono, saya tersadar, dingklik panjang yang saya duduki adalah
dingklik yang istimewa menurut saya. Terbuat
dari kayu Tectona grandis tanpa
dihaluskan pada mulanya, dari warna kayu, ini pasti bukan dari pohon yang
usianya di bawah 50 tahun. Tapi sekarang sudah mulus dan mengkilap dengan
alami. Ukuran tebal ada sejengkal tangan saya. Panjang dua meter setengahan dan
lebar kira-kira satu setengah jengkal. Dan tidak hanya ada satu, saya putar
kepala dan mengidentifikasi benda-benda disekitar, terdapat 3 kursi sejenis
yang saya duduki. Giila,,,dekil-dekil gini keistimewaanya ada di kursi,
tentunya selain racikan kopinya.
Perjalanan kami lanjutkan, jalan di kecamatan sekar
dan sekitarnya memang berbeda dengan daerah Bojonegoro bagian utara. Naik turun
dan berkelok menjadi arena berkendara yang harus kami taklukan hari itu. Pada panel
informasi jarak tempuh di sepeda motor, 60 Km sudah kami tempuh, dan untuk
kembali ke RT kami, masih ada 60 Km lagi untuk dilalui.
Jarak yang jauh bukan menjadi halangan untuk menyatu
pada desa dan alam yang masih jujur. Di desa-desa tadi itulah saya melihat
peluh wanita-wanita memanen jagung secara gotong-royong. Sekarang manen di mbok
inah, besok manen di ibu lurah dan lusa manen di pak Sukirah, bergantian dengan
imbal bukan rupiah, tapi saling bantu untuk memanen jagung menjadi beras dan
lauk-pauk di setiap meja makan dalam rumah.
Pukul 17.00 kami kembali rehat di warung kopi yang
sudah dekat dengan rumah masing-masing. Dan diwarung itu kami berpisah, saya
dan mas Eko ijin pulang terlebih dulu setelah meneguk kopi dalam cangkir putih.
-hp-
Kutai
Kartanegara, Maret 2013
kapan mas ke sekarnya ? saya juga orang asli sekar
BalasHapus