Senin, 11 April 2011

pena fajar yang lepas dari makna

kucoba memulai mencari secarik kertas yg berisi coretan tentang alunan nada dalam nadi ku, berkisah tentang akrabnya tarzan dengan rimbanya, bernuansa segar seperti fajar yang menyirami kembang dipagi hari. terlalu remang untuk mencarinya memang, karena sekarang masihlah terlalu petang langit di luar rumah. tapi memang sangatlah butuh diriku dengan kertas-kertas tersebut. kertas-kertas yang kala itu sempat tercecer karena lupa tak terurus dengan baik, lupa belum terjilid layaknya diktat kuliah para mahasiswa, sehingga memang terlalu bebas kertas-kertas itu untuk kluyuran malam hanya untuk mencari segarnya angin malam.
cukuplah bagiku untuk membiarkan kertas-kertas itu untuk lekang dari tatapan mata jiwaku. mata jiwa yang mulai rabun karena telah lama tidak membaca kertas-kertas itu. aneh memang, kalau rabun mata karena lama tidak membaca. yang ada dalam hidup biasanya rabun karena sering membaca yang "terlalu". inilah duduk pertanyaan diriku kenapa kertas-kertas itu sangat berarti buat diriku. pandangan mata jiwa yang semakin samar dengan tanda-tanda kekuasaan Nya. tatapan lensa mata yang kurang tajam dengan nafas-nafas cinta yang terlimpahkan olehNYA. hanya sisa-sisa kertas buram yang masih ada dalam kantong tas rangsel ku. yang tiap hari selalu ku bawa dalam keramaian pasar di kota ini. tak ada tanda dan penanda dalam kertas tersebut yang ada hanya catatan bon utang-piutang dan sebuat catatan kecil di pojok kanan bawah yang ketika dibaca berbunyi "silakan kembali ke halaman sebelumnya untuk lebih jelasnya", sedangkan halaman sebelumnya adalah kertas-kertas atau halaman-halaman yang tercecer entah kemana. pencarian terus melaju seakan kisah burung "kunthul" yang bermigrasi mencari tempat yang melimpah sumber makanan atau mencari tempat yang lebih aman dari pemangsanya.
kini benak mulai berani mengingat dimana letak kertas-kertas terakhir masih ada. kertas-kertas itu sepertinya kini memang sudah tidak ada. kalaupun dibilang ada mungkin berada pada tempat yang sangat jauh. mungkin sudah digunakan pedagang untuk membungkus pisang goreng atau cabe dan bawang merah yang dijualnya. lantas bagaimana dengan matajiwa ini, kertas-kertas sangat berarti buat mata ini. kenapa otak dan hati ini tidak mencoba untuk mengingat isinya, kenapa hanya mencari dan mencari kertas-kertas itu yang kini keberadaanya entah kemana. mungkin dengan mengingat tulisannya dan nanti memahatnya di batuan jiwa ini, yang ada bukan lagi mata jiwa yang rabun. tetapi jiwa-jiwa yang sangat keras ini menjadi lebih lunak dan cair. dan pahatan-pahatan itu akan menjadi ayat-ayat seperti pada kitab suci, yang senantiasa dibacanya disetiap selesai beribadah dan yang susah akan tercecer lagi seperti yang lalu.

oleh : hp