Pada jauh
mata hanya bisa menebak, sambil terbelalak. Pada lama, hati ia hanya bisa
bertahan. Meyakini, juga meyakinkan apa yang telah dipilih. Sudah banyak yang
tahu. Saat memberi jadilah seperti matahari. Tak berharap imbalan. Tapi siapa
yang tahan untuk tidak mendapat timbal balik kasih yang diberikan. Bahkan tuhan
juga demikian. Makluknya yang tak patuh, apalagi setelah diberi, tuhan
mengancam dengan tempat yang mengerikan, ini malah hukuman. Kejam bukan?
Entah,, kenapa adagium tadi sangat berat. Tapi tuhan tak memerintah untuk
seperti matahari bukan? tuhan hanya ingin kita solat. Setelah itu surga. Betul
begitukah? Entah...ya sudah.
Manusia susah untuk menjadi matahari.
Tapi tak baik manusia menyalahkan tuhan, walau
sering manusia demikian. Manusia memang tak harus seperti matahari, tapi
manusia bisa berusaha memberi tanpa memikirkan setelahnya. Hanya memberi.
Yakin??
Pada jauh, sungguh apa yang ia sudah yakini akan
susah, walau yang lainya merubah. Pada manusia yang sungguh, ia tidak memainkan
hati tapi ia bermain dengan hati. Pada lama, ia tak sekedar bermain. Ia ingin
bersama dengan keyakinan, juga bersama pilihan.
Sungguh.. ia hening karena sesaat tak bersamamu.
-hp-
Tenggarong, 23 April 2013