Pukul
11 lewat beberapa menit, siang hari. Saya putuskan untuk menggunakan jasa
angkot untuk menuju pertokoan Citra niaga. Sebenarnya pernah sekali ke tempat
itu, tapi sudah beberapa bulan yang lalu, dan kini, saya lupa. Saya tidak yakin
segera menemukan tempat itu bila dengan berkendara sendiri. Jasa angkutan kota
adalah pilihan tepat untuk menuju sana. Sebenarnya bisa juga menggunakan ojek
yang lebih cepat, tapi Samarinda dengan siang yang erat dengan bulir-bulir debu
yang bebas mondar-mandir-hilir-mudik, saya rasa tak tepat bila menggunakan jasa
ojek. Ingin yang lebih nyaman juga ada, taksi dengan seri sedan Limo. Dengan
jasa angkutan ini, harus dalam-dalam rogoh kocek, sehingga cukup bukan menjadi
pilihan.
Angkot
juga mengingatkan saya pada masa kuliah dulu. Saat kuliah angkot menjadi
pilihan primadona kebanyakan mahasiswa yang akan memobilisasi diri ke suatu lokasi,
tak terkecuali saya. Meskipun abang-abang angkotnya tidak jarang juga membuat
suasana gerah karena ngetem yang tak kunjung melepas pedal rem, tapi tetap saja,
kehadiranya sering saya nanti-nanti.
Dari
mess menuju Citra niaga harus dua kali naik angkot, dan angkot yang kedua saya
harus memberi upah lebih karena sebenarnya angkot tidak lewat pertokoan
tersebut, karena saya tak hapal tempat, ya sekalian saya minta tolong kepada
sopir untuk mengantarkan. Dan saat itu, pas masih perjalanan dalam angkot ke
dua, angkot menepi, tanda ada yang akan naik. Angkot menepi sebenarnya ada tiga
tanda. Pertama, ada orang yang melambaikan tangan dipinggir jalan, orang ini
berarti mau naik. Kedua, angkot menepi setelah ada bunyi “tok tok tok” dari
langit-langit kabin atau bunyi “kiri bang”, yang ini berarti akan ada penumpang
mau turun. Dan ketiga, tak ada lambaian dan tidak ada bunyi kiri atau kanan,
tau-tau abang angkot menepi dan nginjak rem, lantas abang angkot berkutbah
“dek, maaf saya tidak sampai tempat yang adek tuju, dan anak saya minta
dibelikan nasi goreng, adek turun sini dan naik yang lain saja”. Nah, alasan
yang ketiga ini lah yang tak berperi-adek dan logikanya dimana coba?. Kalau
sedari awal tidak sampai tujuan yang diminta penumpang, kenapa tadi itu
penumpang dibawa. Kemudian, apa coba korelasinya antara tujuan dan nasi goreng?
Serius, ini tidak masuk di akal. Bila kejadian seperti itu di siang hari masih
tidak terlalu mendatangkan musibah, coba kalau malam ? dan saya pernah
diberlakukan tidak berperi-adek pada jam 10 malam. Demm!
Oke,,mari
kembali ke dalam angkot, yang semoga abang angkotnya telah bersertifikasi
perikeadek-an. Angkot menepi, tiga sosok pemuda dengan cukuran rambut gondrong,
mohawk dan satunya cepak. Berkaos dan jaket hitam, celana jins hitam yang ada
bekas siletan dibeberapa bagian, sehingga terbentuklah ventilasi. Sepatu hitam
dengan tali dan sepertinya sudah berumur dan bau debu. Reksleting jaket dibiarkan
terbuka, sehingga gambar Sepultura di kaos tertampak jelas. Ada juga yang
gambar kaosnya adalah lambang pemuja setan. Wow,, sebentar masih ada lagi,
ujung-ujung lukisan pada kulit menyeruap terlihat di leher. Lengkap, ini
pilihanya kalau bukan anak punk, preman ya generasi korban gaya.
Hemm,,
saya harus hati-hati, kebetulan saya bawa benda berharga satu-satunya di kota
ini, yaitu seperangkat D7000 plus satu lensa kit dan satu tele yang belum
ber-vr. Tapi sebenarnya saya juga cocok kalau masuk komplotan mereka, karena
saya juga ber alas kaki hitam-walau bukan sepatu tapi sandal lapang, jins hitam
dan kaos hitam. Bedanya kaos saya tak bergambar sepultura atau gambar-gambar
grup music bawah tanah lainya, tapi kaos saya bertuliskan “Peace, Love N’
Respect” dan bawahnya ada tulisan kecil www.gigionline.com.
Saya cinta damai dan peduli bro!!, jadi tak boleh berkekerasan satu sama lain.
Antara pecinta music underground dan genre lainya. Hhehe,, menghibur diri
sendiri ini ceritanya, biar keringat tak over ngucur dari pelipis.
Nah,,
ternyata betul, apa yang saya khawatirkan mulai tampak. Sebelumnya mereka
bertiga duduk di kursi sebelah kiri, dan saya sendiri di sebelah kanan. Satu
orang dari mereka yang bertato ular di leher pindah di kursi sebelah kanan, dan
berada di sebelah kanan saya tanpa jarak sehelai rambutnya Titi kamal pun. “whoy,,
mau kemana mas?” Tanya pemuda berleher ular, suaranya serak, dalam dan berat
bak suara vokalis-vokalis kelompok music underground. “ke citra niaga mas”
jawab saya dengan santai, yang sebenarya sama sekali tidak santai. Sepintas
mereka tak berpisau dan tak berpistol, tapi mereka punya otot yang seorang sama
dengan saya yang dikali dua. Hhaha,,
Mata
ketiga pemuja setan tersebut mulai memasang ketajaman. “sial, mimpi apa saya
semalem” umpat dalam hati saya. Tak ada badai tak ada semi simorangkir, tau-tau
seorang dari mereka yang berambut gondrong menepuk bahu saya dan bilang,
“wong
jowo mas?”,
“iyo
mas aku wong jowo timur” jawab saya dengan akrab, walau masih belum santai.
Pemuda berleher ular dan yang berambut cepak agak meredupkan matanya. Sudah tak
setajam pandangan yang tadi. Meskipun sudah 5 tahun di Bogor dan setahun di
Kalimantan, ternyata dialek medok jawa saya masih setia menempel. Dan
sepertinya di hari ini dewi fortuna menggandeng tangan saya.
“aku
suroboyo mas” ucap lagi pemuda berambut gondrong, dan nadanya lebih akrab.
“walah
tonggo awak dewe iki cuk, aku jonegoro” sapaku untuk lebih mengakrabkan.
Nah,,,
memang betul, hati manusia itu bisa berubah dalam hitungan seper-sekian detik.
Tadi yang sebelumnya terlihat bengal, sekarang akrab seperti kawan sudah berpuluh
tahun kenal. Kemudian kami ngobrol dengan pemandangan yang jauh dari 5 detik
lalu. Sebenarnya tujuan mereka di awal, saya juga kurang tau. Tapi prasangka
buruk sempat menghampiri. Benar, mereka adalah penikmat musik cadas juga musik
keras. Dan siang ini ada launching album terbaru band music rock dari
Yogyakarta di Mitra café. Mereka sangat ingin masuk, dan mereka terlihat
khawatir dengan tiket masuk. Entah kenapa, tapi ini pemandangan menakjubkan,
tiga pria dengan serba hitam dan bertato serta bersuara serak tapi masih kurang
seimbang, bila wajah kekhawatiran mereka nampak resah untuk bisa masuk atau tidak
ke dalam café tersebut. Mungkin karena untuk masuk ke café tersebut harus cukup
tebal kantong. Sepertinya karena itu, dan sebenarnya itu hanya dugaan saya.
Angkot
masuk ke daerah pertokoan citra niaga, dan abang angkot yang sedari tadi
terlihat kalem kini buka mulut “dek, nih sudah sampai”, “iya bang, saya turun
sini” kemudian saya turun dengan tas ransel dan tas Lowepro. “ini bang,
sekalian untuk tiga yang di belakang” ucap saya dengan menyodorkan beberapa
lembar ke abang angkot. “mas, kabeh, aku
ndisik-an yo..” sapa pamit saya ke 3 pemuda serba hitam yang masih dalam
angkot, “oh iyo cuk, matur nuwun ongkose,
kon ati-ati yoo” sapa balik pemuda gondrong kepada saya.
Angkot
dengan tiga penumpang crowd rock metal telah berlalu dan saya menuju di
pertokoan citra niaga yang sudah ada di depan mata. Tidak bisa dipungkiri, jiwa
korsa ternyata terbentuk oleh kesamaan asal daerah. Bila saya bukan orang jawa,
entah cerita apa yang akan berlalu di dalam angkot tadi. Dari kesamaan dialek,
siang ini menjadi cerita yang menarik. Dari yang pertama memasang mimik muka
yang tajam menjadi akrab yang seakan teman. Tapi disini nilainya bukan jawa
atau non-jawa. Apapun latar belakang budaya dan asal daerah, bila sama-sama
pendatang dan dari bahasa daerah yang sama, maka rasa kekeluargaan akan muncul.
Jiwa korsa akan tumbuh. Merasa satu nasib di tanah orang. Walaupun nyata di
mata, nasib kami berbeda, setidaknya bisa dilihat dari selera musik.
Toko
berjejal dan berjejer. Setiap toko menawarkan produk yang sama, yaitu macam-macam
oleh-oleh khas Kalimantan. Iya, Citra niaga adalah pusat pertokoan oleh-oleh
khas Kalimantan yang ada di kota Samarinda. Dan siang ini, niat utama saya
adalah bukan untuk membeli oleh-oleh tapi untuk mengambil foto.
Ada
gelang dari macam bebatuan dan jenis kayu maupun fosil kayu. Tas dari
manik-manik dan dari kulit kayu. Atau sarung samarinda yang bila dikucek
mengeluarkan aroma wangi alam. Dan masih banyak lagi jenis oleh-oleh di
citraniaga. Bila nanti kamu ada tugas kantor atau sekedar main ke Kalimantan
timur, sempatkan untuk mampir ke citra niaga. Buah tangan siap kamu bawa untuk
teman, kawan, atau keluarga yang menunggu kamu di rumah. Dan ini beberapa
gambar yang sempat ke rekam kamera saya.
PLnR
hp
Samarinda, 26 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar