Selasa, 28 Januari 2014

Waru


Minggu sekitar pukul tigapuluhan menit sebelum sholat asar kira-kira. Bersama tiga kawan aku masuk ke kedai kopi yang kata beberapa rekan sekantor cukup cozy penampilan dan sajian kopinya. “silakan duduk bapak” sapa pelayan kedai yang pingin langsung ku koreksi, serasa langsung mau ngebales “mas saja mbak, belum punya anak kok” tapi mulut ada yang mengunci, jadi tak sampai terucap ke pelayan yang barusan mempersilahkan duduk dengan buku menu yang ia berikan dengan sopan. Mungkin kami adalah pelanggan hari itu yang kesekian puluh, jadi kira-kira pelayan melakukan hal yang sama, kata sapaan-senyum dan gerak tangan yang sama juga kepada para pengunjung lainya.

“Kopi apa mbak yang andalan di sini?” Tanyaku sambil lihat-lihat menu kopi di buku yang besarnya nyaris segede lampiran peta reklamasi di RKTTL, A3. “Ada cappuccino bapak,, atau ada juga decaf” jawab mbak-mbak dengan lembar kertas catatan di tangan kanan dan pulpen di tangan kiri. “cappuccino satu mbak ya” seloroh kawan saya yang penasaran dengan kembang-kembang taburan serbuk kayu manis pada permukaan cappuccino di foto-foto buku menu. “Decaf mbak ya, satu, gula pasir dipisah” pesan ku yang langsung dicatat dengan pulpen di tangan kiri dan kertas catat di tangan kanan.

Sembari menunggu kopi yang dipesan,  bang Cokro memecah kesibukan masing-masing kami yang sedang asik dengan gadget ataupun aku yang sekedar melihat-lihat hasil jepretan di bukit Bengkirai pagi tadi. “Mas, tadi waktu di bukit bengkirai pohonya gede-gede, yang ditanam di tempat kita kok ga ada yang kaya gitu ya?”. “Bakal ada kok bang yang gede-gede kayak yang tadi, tapi untuk stimulan di awal yang kita tanam adalah jenis-jenis yang cepet tumbuh dulu”. “Kenapa ga langsung nanem yang jenis gede-gede gitu mas?” Tanya lagi bang Cokro.

Pada dasarnya tanaman lokal setempat adalah yang utama, tapi karena kondisi tanah yang kritis membuat tanaman lokal sulit untuk tumbuh. Sehingga untuk mereka-reka supaya dapat mencapai titik maksimum tumbuh untuk tanaman lokal adalah dengan membentuk iklim mikro tempat tumbuh tanaman lokal terlebih dulu. Seperti yang sudah diketahui, lahan atau tanah bekas tambang memiliki sifat yang tidak toleran bagi tanaman, kecuali dengan perlakuan-perlakuan terlebih dulu.

“Tanaman yang daunya kayak “love” yang banyak ditanam di pinggir jalan hauling itu jenis apa mas?” bang Cokro yang seorang geologis ternyata juga penasaran dengan suatu hal yang hayati, ia penasaran dengan macam jenis tanaman yang ada di lokasi kerjanya. “ohh,,, itu,, waru itu bang”. Waru atau Hibiscus tiliaceus. Suka tumbuh di tanah berpasir dan dekat air. Tanaman berkayu ringan, tapi bila tepat penggunaanya akan memiliki khasiat yang  baik untuk bumi dan isinya. Waru, tinggi pohon sampai 15 m. batang berkayu, bulat bercabang dan warna batang coklat dominan putih. Bentuk daun seperti jantung atau “love”, tunggal dan bertangkai, permukaan atas berwarna hijau dan permukaan bawah berwarna abu-abu. Bunga berdiri sendiri dan 2-5 bunga dalam satu tandan, bertaju 8-11 buah, berwarna kuning dengan bercak ungu pada bagian dalam. Semakin tua umur bunga, mahkota bunga semakin berwarna kemerahan. Buah bulat telur, berambut lebat, beruang lima, panjang sekitar 3 cm dan berwarna cokelat. Biji kecil dan berwarna cokelat muda.

Waru memiliki sifat yang resisten terhadap genangan (water lock) dan kondisi tanah yang sangat kompak. Ia mampu tumbuh pada area yang tidak memiliki lapisan tanah pada profil O, A, atau B. Pada lapisan overburden yang memiliki sifat sandstone ia mampu tumbuh dengan baik dengan bantuan pemupukan kompos dan NPK. Karakter semacam ini tidak banyak dimiliki oleh tanaman lainya. Pada area waterlock ia juga mampu tumbuh dengan baik, genangan yang tidak sampai menelan struktur tubuh Waru keseluruhan tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan Waru. Mata tunas yang tidak tergenang air akan terus melakukan pertumbuhan membentuk tunas dan membentuk cabang baru.

Waru pada sisi lain juga memiliki khasiat untuk kesehatan. Info kesehatan dari salah satu sumber di terapisehat.com Waru memiliki khasiat dalam dunia medis. Diantaranya adalah daun waru yang berkhasiat untuk pengobatan penyakit paru-paru, batuk, sesak nafas, radang amandel, berak darah dan keracunan singkong. 

“sruptt…” kondisi hening sejenak dari sela-sela obrolan siang itu membuat suara tegukan khas kopi begitu jelas di gendang telinga. Kopi selalu memberi kesegaran tersendiri, baik jenis arabica, robusta atau jenis apapun, bahkan jenis yang kadar kafeinya sudah banyak dihilangkan. Sruputan decaf sore itu menyambungkan pada obrolan Waru di kedai tengah bangunan tempat perbelanjaan di kota beruang madu itu. Decaf, dimana kadar kafeinya sudah sangat rendah, ringan untuk dinikmati dan  memiliki rasa tersendiri untuk disaji sore hari, sore di musim libur hanya butuh santai, bukan seperti akhir bulan kalender kerja yang melulu dikejar-kejar oleh progress pekerjaan. Decaf adalah jenis racikan kopi yang juga toleran pada tubuh yang sudah tidak mau menerima kandungan kafein yang terlalu tinggi. Waru juga. Pohon yang memiliki masa jenis kayu ringan ini dulu para tukang kayu abai denganya, tapi ia memiliki potensi tersendiri. Waru sangat relevan untuk ditanam pada area yang bertanah kompak dan area tergenang. Adakalanya tanah bumi cukup perlu ditumbuhi,ia tak pilah-pilih jenis pohon yang primadona dengan kayu yang kuat dan berkelas awet 1. Tapi jenis pohon yang mampu tumbuh pada tanah bumi yang sudah miskin kandungan hara dan tergenang.

Sruputan kopi terakhir adalah tanda bahwa aku dan kawan-kawan harus membayar kesegaranya. Seperti pada hukum ekonomi, bahwa segala apa yang didapatkan ada biaya imbanganya. Kami ke kasir, dan masih sama, mbak-mbak penjaga kasir juga memanggil kami dengan sebutan yang sama “Meja berapa bapak?” masih sama juga, mulutku tetap mengunci.

Dan pada saat kami menuju parkiran, sebuah angkot dengan perlengkapan pengeras musik yang lengkap di dalamnya memutar lagu dangdut waru doyong yang sudah di remix ala jedag-jedug. Entah sebuah kebetulan atau suatu yang entah, yang jelas pada lirik lagu tersebut ada penggalan seperti ini “waru doyong tumbuh pinggir kali”. Iya di pinggir kali, bahkan di area penanaman di perusahaanku bekerja, ia juga tumbuh tidak hanya di pinggir kali.

Hp

Tenggarong, Januari 2014

1 komentar: