Empat
belas, bagi orang di luar sana mungkin tak berbeda dengan tiga belas, lima
belas atau tiga puluh satu. Mungkin juga ada yang membuat beda, karena empat
belas dianggap biasa dari pada angka yang ia anggap istimewa. Empat belas, tak
pernah memelas untuk diistimewakan. Tapi juga tak ada larangan bagi yang akan
mengistimewakan.
Empat
belas, berterimakasihlah pada tuhanmu yang juga tuhanku akan angka mu yang
meski bukan dollar ataupun dinar tapi pada angka itu adam dan hawa berjanji
untuk saling menjaga.
Empat
belas, pada Fajar yang belum akan membuat ayam berkokok, membuat adam dan hawa
memutuskan bahwa buah kuldi bukanlah suatu alasan yang akan mengusir mereka
dari rumahnya. Buah kuldi yang konon membuat pahit di lidah tak selamanya harus
dijauhi. Pahit itu ada di pangkal lidah. Bila mengulumnya dengan benar maka
pahit tak akan tersentuh oleh saraf penangkap rasa pahit. Bukankah adam dan
hawa juga pernah meminum paracetamol yang pahit saat demam ? mereka bisa
mengulumnya dan demam mereka menurun sebelum dua hari setelah tablet itu sampai
di organ pencernaan.
Empat
belas, dari angka itu juga dapat tumbuh manggis. Manis di ujung lidah. Tak
hanya diujung lidah, seluruh permukaan rongga mulut dapat merasakannya.
Padu-padan gigi atas dan gigi bawah membuarkan rasa sejuk itu sampai pada
lambung.
Empat
belas, puji syukur pada hyang yang telah mempertemukan gigi-gigi atas dan
gigi-gigi bawah, yang menempelkan syaraf perasa pahit pada salah satu tempat di
lidah, dan yang membuat rongga mulut hingga dapat mempadukan hal yang pahit dan
manis menjadi gurih. Tuhan, terimakasih sudah mengizinkan adam dan hawa untuk
memakan buah kuldi, meski konon pahit tapi setelah itu membuka cita rasa yang
lebih megah.
Empat
belas, berjanjilah untuk selalu menjadi empat belas sampai kamu, adam dan hawa
kembali ke rumahnya.
Hp
Tengarong, 14 Maret 2014
Empat belas juga jadi hari nan istimewa bagi kami kanda.
BalasHapus