Jumat, 14 Maret 2014

14


Empat belas, bagi orang di luar sana mungkin tak berbeda dengan tiga belas, lima belas atau tiga puluh satu. Mungkin juga ada yang membuat beda, karena empat belas dianggap biasa dari pada angka yang ia anggap istimewa. Empat belas, tak pernah memelas untuk diistimewakan. Tapi juga tak ada larangan bagi yang akan mengistimewakan.

Empat belas, berterimakasihlah pada tuhanmu yang juga tuhanku akan angka mu yang meski bukan dollar ataupun dinar tapi pada angka itu adam dan hawa berjanji untuk saling menjaga.

Empat belas, pada Fajar yang belum akan membuat ayam berkokok, membuat adam dan hawa memutuskan bahwa buah kuldi bukanlah suatu alasan yang akan mengusir mereka dari rumahnya. Buah kuldi yang konon membuat pahit di lidah tak selamanya harus dijauhi. Pahit itu ada di pangkal lidah. Bila mengulumnya dengan benar maka pahit tak akan tersentuh oleh saraf penangkap rasa pahit. Bukankah adam dan hawa juga pernah meminum paracetamol yang pahit saat demam ? mereka bisa mengulumnya dan demam mereka menurun sebelum dua hari setelah tablet itu sampai di organ pencernaan.

Empat belas, dari angka itu juga dapat tumbuh manggis. Manis di ujung lidah. Tak hanya diujung lidah, seluruh permukaan rongga mulut dapat merasakannya. Padu-padan gigi atas dan gigi bawah membuarkan rasa sejuk itu sampai pada lambung.

Empat belas, puji syukur pada hyang yang telah mempertemukan gigi-gigi atas dan gigi-gigi bawah, yang menempelkan syaraf perasa pahit pada salah satu tempat di lidah, dan yang membuat rongga mulut hingga dapat mempadukan hal yang pahit dan manis menjadi gurih. Tuhan, terimakasih sudah mengizinkan adam dan hawa untuk memakan buah kuldi, meski konon pahit tapi setelah itu membuka cita rasa yang lebih megah.

Empat belas, berjanjilah untuk selalu menjadi empat belas sampai kamu, adam dan hawa kembali ke rumahnya.

Hp

Tengarong, 14 Maret 2014

1 komentar:

  1. Empat belas juga jadi hari nan istimewa bagi kami kanda.

    BalasHapus