Senin, 07 April 2014

Air

Waktu itu rambutku masih di bawah pundak, di enclave Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) tempatnya. Masyarakat di dalam enclave nyaris mandiri energi. Bola lampu 5 watt berbinar bukan dari aliran listrik PLN. Tivi tabung 14 inci di balai menyiarkan liputan 6 juga bukan dari kabel yang disambung oleh PLN. Deras aliran air dari sumber gunung halimun tidak dibiarkan mengalir saja. Selain untuk kebutuhan dapur dan MCK, air itu digunakan untuk memutar baling-baling turbin yang merubahnya menjadi energi listrik. Memang belum mampu nonton sinetron tivi pada setiap rumah, tapi mereka mampu melihat senyum anak-anak pada malam hari lewat binar bola lampu 5 watt yang menggantung di blandar rumah.

Air adalah material alam yang dibutuhkan setiap makluk di bumi. Tak hanya yang mempunyai ginjal, proses mineralisasi batuan juga sangat dipengaruhi air. Bahkan seperti listrik yang dimanfaatkan di masyarakat enclave TNGHS juga menggantungkan air sebagai pemicu gerak untuk baling-baling turbin.

Air adalah sumber kehidupan. Siapa yang akan menyanggah adagium itu? Rumit bagi siapapun yang akan menolaknya. Kenyataan menunjukan, setiap hari tubuh kita butuh asupan air minum minimal 2 liter. Seenggaknya hal itu yang sangat mudah untuk mengakui urgensi dari keberadaan air. Bahkan amoeba yang hanya memiliki satu sel pun juga memerlukan air untuk proses membelah diri. Kemarau yang defisit air dan musim hujan yang menyebabkan air setinggi dada orang dewasa di gang kelurahan ibu kota menunjukan keberadaan air kini yang sudah tidak seimbang. Beberapa penyebabnya adalah laju degradasi dan deforestasi yang sangat cepat di dua dekade belakangan ini.

Urgensi keberadaan hutan sangat berpengaruh pada siklus air. Bumi yang sebelumnya menyerahkan tanggung jawab penyimpanan air di lumbung yang namanya hutan, kini lumbung air tersebut terus tergerus oleh pihak yang mengatasnamakan kemajuan zaman dan modernitas. Illegal logging, illegal mining, perumahan dan perkebunan yang tak hirau pada perbaikan ekologis sangat mendukung pada berkurangnya dimensi lumbung air.

Bencana yang disebabkan oleh siklus air yang tak tertangani dengan baik seperti banjir, tanah longsor bahkan kekeringan seperti yang terjadi di daerah jawa saat musim kemarau. Bencana-bencana ini menjadi berita utama pada setiap media massa. Dan kebanyakan air lah yang menjadi kambing hitam dari bencana-bencana tersebut. Padahal bila kita mau mengakui bahwa bencana-bencana tersebut adalah karena ulah pengelolaan lingkungan yang hanya sekedar sebegai pelengkap administrasi untuk memuluskan upaya eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan.

Kembali lagi ke saat rambutku masih di bawah pundak dan pas berada di enclave gunung halimun. Melihat upaya masyarakat hutan adalah mengingat dimana kemandirian energy sebenarnya bisa digapai oleh Indonesia raya. Sumber daya air yang berlimpah di negeri ini bisa menggantikan pelita lawas yang sudah aus. Air saat digunakan dengan baik maka akan menghemat energy dan bahkan menghasilkan energy.

Air memang sangat erat hubunganya dengan energy, maka dari itu di tahun ini, tahun 2014, peringatan hari air sedunia atau world water day bertemakan water and energy. World water day merupakan bentuk kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat internasional akan pentingnya air. World water day mulai ada sejak tahun 1993 yang di inisiasi oleh PBB. Dan sampai tahun ini setiap tahunya selalu diadakan peringatan demi pengelolaan air yang lestari.

Saat ini, tahun ini yang rambutku sudah di atas pundak bahkan nyaris tak menyentuh daun kuping, masyarakat dunia menyerukan bahwa air sangat erat hubunganya dengan energy. Hampir semua sumber energy membutuhkan air untuk prosesnya bahkan air juga dapat menjadi bahan utama untuk menghasilkan energy seperti saat rambutku masih di bawah pundak saat berada di enclave Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Hp


Tenggarong, Maret 2014

1 komentar: