Rabu, 27 Februari 2013

Gowes to d'99


“Daerah anggana. Masuk dalam kabupaten Kutai kartanegara” jawab Pak Fajar pada pertanyaan saya kepada beliau sebelumnya. Dan kami, para penggemar gowes-kecuali saya, karena ini pertamakali-memulai start dari kantor Polsek Samarinda Ilir.

Jalan aspal dengan lebar lebih kurang hanya cukup untuk dua MPV, itupun spionya pasti sempat berjabat. dari sinilah para penggemar gowes memulai bersepeda dengan rekah senyum sehat. Tak ada satupun dari mereka yang terlihat kurang menarik. Sepeda gunung dengan atribut lainya yang serasi bak atlit sepeda gunung pada ajang olimpiade-olimpiade tingkat dunia – emang ada olimpiade tingkat kecamatan?hhihi.

Tantangan pertama-Ada beberapa tanjakan dikit dan jalan menurun yang cukup panjang. Ketrampilan memainkan gigi ger sepeda para gowes telah dimulai-dan saya sebaik mungkin memperhatikan mereka dan mencoba seperti mereka. Wow,,turunan yang panjang dengan kecepatan entah berapa kilometre per jam cukup menguji adrenalin-khusus untuk pemula, saya. Saya sempat memainkan rem belakang, dan saat itu juga ada gowes senior yang juga pegawai senior di kantor, langsung memberi tegur. ”turunan seperti ini, ngga usah direm Di” tegur Pak Fajar dengan lekas melaju dari sisi kanan saya. Dan saya memutuskan melepas rem dan wowwow sepeda melesat lebih kencang sekencang teriakan saya dengan sekalian melepas penat dan gerah oleh kesibukan bekerja sepekan kebelakang. Wuih gaya betul ini, udah kaya seriusan saja kerjanya.hheuheu.

Dingin angin pagi dipadu-padan dengan hangat kekeluargaan para gowes membuat atmosfer pagi itu berasa sirkuit yang akan kami lalui sepanjang berpuluh kilometer terasa seperti hanya berjarak 5 langkah. harmoni sebuah komunitas.

Jalur sepeda yang mengasyikkan, sungguh. Dan saat kami harus melanjutkan perjalanan dengan menggunakan perahu penyeberangan karena tempat tujuan terpisah oleh bahu sungai Mahakam, dan kami berperahu, serta kami sempatkan juga untuk berfoto-foto. Ini nih fotonya.

Para pegowes


Sampai di seberang Anggana, kami menuju monument “merah putih”. Dengan konstruksi monument berupa sosok pejuang dengan membawa bendera merah putih yang menatap dengan keyakinan teguh merebut kemerdekaan untuk ibu pertiwi. Letaknya di pinggir sungai Mahakam kecamatan sanga-sanga. Konon monument ini dibangun untuk menghargai para pahlawan dalam merebut kota sanga-sanga dari invasi Belanda. Dibangun pada masa gubernur AW Syaranie. Dann…. Ini foto-fotonya.

Foto dari depan monumen merah-putih
Keren bukan??!. FYI foto ini diambil oleh Pak Fajar dengan device nya yang cukup menunjukan perangkat professional juru foto. Canon EOS 7D sangat berjasa dengan hasil gambar yang maknyuss.

Oke, mari kita lanjut. Trek berikutnya sebagian besar adalah jalan aspal yang lurus dan datar, dengan panorama sebelah kanan adalah anak sungai Mahakam yang didominasi vegetasi payau seperti Avicenia dan kerabat-kerabatnya. View disisi kiri sepeda kami adalah penambangan-penambangan batubara kecil yang terkesan cut and run. Tebing tinggi tanpa vegetasi dan permukaan tanah yang amburadul adalah pemandangan pahit pagi itu. Tak ada bekas upaya untuk mereklamasi areal yang telah diperkosa habis-habisan. Ohh,,, kasihan. Sungguh ironi dengan tempat yang baru beberapa menit lalu dikunjungi, monument merah-putih. Pada tahun 40 Indonesia masih memperjuangkan bumi yang kaya ini untuk anak cucu, tapi saat bumi itu ada ditangan anak-cucu para pahlawan. Sama saja. Sama dengan penjajah terdahulu, hanya mengeruk kekayaanya tanpa memperhatikan estetika dan sustainable sumber daya alam di bumi pertiwi ini. Ohh,,,sialan..soriiii kok malah jadi mellow begini, gapapalah namanya juga gowes plus-plus, selain menyehatkan dan mempererat antara peserta gowes juga sebagai media kontemplasi.

Yups.. tujuan yang paling ditunggu sudah dekat. Mau tahu?? Oke, siap-siap mupeng deh dengan tujuan primadona kami hari ini, apa itu?
Yaitu sumur angguk.

Ini lah kali pertama minyak bumi di eksploitasi. Dengan alat yang jika kita perhatikan tidak terlalu rumit, kalau hanya diperhatikan sihh-mungkin cukup rumit juga kalau kamu atau saya berperan sebagai engineer di masa tempoe doeloe. Hhehe.

Dinamakan sumur angguk karena memiliki konstruksi yang pas saat bekerja memiliki leher dan kepala yang naik-turun, seperti kepala ayam yang mengangguk-angguk. Eh,,begitu nggak sih? Yah kurang lebih begitu lah.

Sumur ini berada di Sanga-sanga. Sanga-sanga, banyak orang menyebutnya kota minyak, bahkan dalam monument depan museum merah-putih juga tertulis “sanga-sanga kota minyak”. Dulunya sumur minyak ini di kelola oleh pemerintah hindia-belanda dengan memperkerjakan masyarakat lokal yang tak hirau dengan kemanusiawian. Yah tahulah,, gaya para penjajah dahulu dalam memperkerjakan orang. Lain dulu lain sekarang, sumur minyak ini sekarang dikelola oleh Pertamina. Dan inilah jeprat-jepretnya.

Sumur angguk
Sumur angguk yang masih aktif dan para pegowes
Kami juga mampir di museum perjuangan Merah putih Sanga-sanga. Terdapat beberapa benda-pusaka peninggalan masa perjuangan dahulu. Ada senapan laras panjang, gerabah, piring porselen, foto-foto masa perjuangan dan ada juga bendera belanda yang dirobek warna birunya, dan tinggal warna merah-putih. Dramatis banget bukan, perjuangan tempoe doeloe. Mungkin karena kejadian itu lah monument dan museum perjuangan di sanga-sanga ini di namai “Merah-putih”.

Narsis persis di depan museum
Senapan/Rifle 303 LE No 5 mk
Gerabah peninggalan masa Hindia-Belanda
Keluar dari museum, dengan sepakat kami mencari kedai makan. Maklum, jarum jam sudah menunjukan pukul makan siang. 12.30 WITA.

Di warung makan ini lah kami menyantap makan siang. Warung Lamongan. Yah selain sebagai rutinitas ngasih sesajen untuk lambung , makan siang di tengah hari itu juga sebagai recharger energy yang dari pagi menguap oleh panas matahari dan kayuhan pedal sepeda.

Setelah sampai lagi di daerah Anggana, ada dari rekan gowes cari oleh-oleh. Udang Mahakam. Sebenarnya sih namanya bukan udang Mahakam- lupa sayanya, tapi karena dari sungai mahakam ya saya sebut seperti itu sajalah. Biar mudah diingat. Hhehe.

Trek lurus dan panjang menunggu kami lagi untuk menuju ke garis start tadi pagi. Panas, terpaan angin dari depan sangat membuat kayuhan sepada makin lama makin berat. Seperti bonceng gajah kali ya? Tapi ya mau gimana lagi, kalau ga kami kayuh ya ngga nyampe-nyampe.

Dan sungguh Tuhan itu maha pengertian, di tengah upaya mati-matian para gowes mengayuh sepeda [nah yang ini lebay..gowes aja sampe mati-matian], ada hidangan cincau hitam-manis yang siap ditelen di pinggir jalan, dan kami mampir untuk minum di kedai cincau itu. Cincau dengan gula aren. Lumayan ada tambahan glukosa sebagai bahan bakar menuju garis Finish. Sujud syukur, Puji tuhan deh pokoknya.

Akhirnya dengan berbagai hadang-rintang yang ada, kami akhirnya sampe di kantor Polsek Anggana, finish gitu deh. Rawe-rawe rantas, dengan semangat kayuh tanpa batas, akhirnya perjalanan roda sepeda di hari itu tuntas. Alhamdulillah…

-hp-
Kutai Kartanegara, Februari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar