“Daerah anggana. Masuk dalam kabupaten Kutai kartanegara”
jawab Pak Fajar pada pertanyaan saya kepada beliau sebelumnya. Dan kami, para
penggemar gowes-kecuali saya, karena ini pertamakali-memulai start dari kantor
Polsek Samarinda Ilir.
Jalan aspal dengan lebar lebih kurang hanya cukup untuk dua
MPV, itupun spionya pasti sempat berjabat. dari sinilah para penggemar gowes
memulai bersepeda dengan rekah senyum sehat. Tak ada satupun dari mereka yang terlihat
kurang menarik. Sepeda gunung dengan atribut lainya yang serasi bak atlit
sepeda gunung pada ajang olimpiade-olimpiade tingkat dunia – emang ada
olimpiade tingkat kecamatan?hhihi.
Tantangan pertama-Ada beberapa tanjakan dikit dan jalan
menurun yang cukup panjang. Ketrampilan memainkan gigi ger sepeda para gowes
telah dimulai-dan saya sebaik mungkin memperhatikan mereka dan mencoba seperti
mereka. Wow,,turunan yang panjang dengan kecepatan entah berapa kilometre per
jam cukup menguji adrenalin-khusus untuk pemula, saya. Saya sempat memainkan
rem belakang, dan saat itu juga ada gowes senior yang juga pegawai senior di
kantor, langsung memberi tegur. ”turunan seperti ini, ngga usah direm Di”
tegur Pak Fajar dengan lekas melaju dari sisi kanan saya. Dan saya memutuskan
melepas rem dan wowwow sepeda melesat
lebih kencang sekencang teriakan saya dengan sekalian melepas penat dan gerah
oleh kesibukan bekerja sepekan kebelakang. Wuih
gaya betul ini, udah kaya seriusan saja kerjanya.hheuheu.
Dingin angin pagi dipadu-padan dengan hangat kekeluargaan
para gowes membuat atmosfer pagi itu berasa sirkuit yang akan kami lalui
sepanjang berpuluh kilometer terasa seperti hanya berjarak 5 langkah. harmoni
sebuah komunitas.
Jalur sepeda yang mengasyikkan, sungguh. Dan saat kami harus
melanjutkan perjalanan dengan menggunakan perahu penyeberangan karena tempat
tujuan terpisah oleh bahu sungai Mahakam, dan kami berperahu, serta kami
sempatkan juga untuk berfoto-foto. Ini nih fotonya.
Para pegowes |
Sampai di seberang Anggana, kami menuju monument “merah putih”. Dengan konstruksi monument berupa sosok pejuang dengan membawa bendera merah putih yang menatap dengan keyakinan teguh merebut kemerdekaan untuk ibu pertiwi. Letaknya di pinggir sungai Mahakam kecamatan sanga-sanga. Konon monument ini dibangun untuk menghargai para pahlawan dalam merebut kota sanga-sanga dari invasi Belanda. Dibangun pada masa gubernur AW Syaranie. Dann…. Ini foto-fotonya.
![]() |
Foto dari depan monumen merah-putih |
Keren bukan??!. FYI
foto ini diambil oleh Pak Fajar dengan device
nya yang cukup menunjukan perangkat professional juru foto. Canon EOS 7D
sangat berjasa dengan hasil gambar yang maknyuss.
Oke, mari kita lanjut. Trek berikutnya sebagian besar adalah
jalan aspal yang lurus dan datar, dengan panorama sebelah kanan adalah anak
sungai Mahakam yang didominasi vegetasi payau seperti Avicenia dan kerabat-kerabatnya. View disisi kiri sepeda kami
adalah penambangan-penambangan batubara kecil yang terkesan cut and run. Tebing tinggi tanpa
vegetasi dan permukaan tanah yang amburadul adalah pemandangan pahit pagi itu.
Tak ada bekas upaya untuk mereklamasi areal yang telah diperkosa habis-habisan.
Ohh,,, kasihan. Sungguh ironi dengan tempat yang baru beberapa menit lalu
dikunjungi, monument merah-putih. Pada tahun 40 Indonesia masih memperjuangkan
bumi yang kaya ini untuk anak cucu, tapi saat bumi itu ada ditangan anak-cucu
para pahlawan. Sama saja. Sama dengan penjajah terdahulu, hanya mengeruk
kekayaanya tanpa memperhatikan estetika dan sustainable sumber daya alam di
bumi pertiwi ini. Ohh,,,sialan..soriiii kok malah jadi mellow begini, gapapalah
namanya juga gowes plus-plus, selain menyehatkan dan mempererat antara peserta
gowes juga sebagai media kontemplasi.
Yups.. tujuan yang paling ditunggu sudah dekat. Mau tahu??
Oke, siap-siap mupeng deh dengan tujuan primadona kami hari ini, apa itu?
Yaitu sumur angguk.
Ini lah kali pertama minyak bumi di eksploitasi. Dengan alat
yang jika kita perhatikan tidak terlalu rumit, kalau hanya diperhatikan sihh-mungkin
cukup rumit juga kalau kamu atau saya berperan sebagai engineer di masa tempoe
doeloe. Hhehe.
Dinamakan sumur angguk karena memiliki konstruksi yang pas
saat bekerja memiliki leher dan kepala
yang naik-turun, seperti kepala ayam yang mengangguk-angguk. Eh,,begitu nggak
sih? Yah kurang lebih begitu lah.
Sumur ini berada di Sanga-sanga. Sanga-sanga, banyak orang
menyebutnya kota minyak, bahkan dalam monument depan museum merah-putih juga
tertulis “sanga-sanga kota minyak”. Dulunya sumur minyak ini di kelola oleh
pemerintah hindia-belanda dengan memperkerjakan masyarakat lokal yang tak hirau
dengan kemanusiawian. Yah tahulah,, gaya para penjajah dahulu dalam
memperkerjakan orang. Lain dulu lain sekarang, sumur minyak ini sekarang
dikelola oleh Pertamina. Dan inilah jeprat-jepretnya.
![]() |
Sumur angguk |
![]() |
Sumur angguk yang masih aktif dan para pegowes |
Kami juga mampir di museum perjuangan Merah putih Sanga-sanga. Terdapat beberapa benda-pusaka peninggalan masa perjuangan dahulu.
Ada senapan laras panjang, gerabah, piring porselen, foto-foto masa perjuangan
dan ada juga bendera belanda yang dirobek warna birunya, dan tinggal warna
merah-putih. Dramatis banget bukan, perjuangan tempoe doeloe. Mungkin karena kejadian itu lah monument dan museum perjuangan di
sanga-sanga ini di namai “Merah-putih”.
![]() |
Narsis persis di depan museum |
![]() |
Senapan/Rifle 303 LE No 5 mk |
![]() |
Gerabah peninggalan masa Hindia-Belanda |
Keluar dari museum, dengan sepakat kami mencari kedai makan.
Maklum, jarum jam sudah menunjukan pukul makan siang. 12.30 WITA.
Di warung makan ini lah kami menyantap makan siang. Warung Lamongan. Yah
selain sebagai rutinitas ngasih sesajen untuk lambung , makan siang di tengah
hari itu juga sebagai recharger
energy yang dari pagi menguap oleh panas matahari dan kayuhan pedal sepeda.
Setelah sampai lagi di daerah Anggana, ada dari rekan gowes
cari oleh-oleh. Udang Mahakam. Sebenarnya sih namanya bukan udang Mahakam- lupa
sayanya, tapi karena dari sungai mahakam ya saya sebut seperti itu sajalah. Biar
mudah diingat. Hhehe.
Trek lurus dan panjang menunggu kami lagi untuk menuju ke
garis start tadi pagi. Panas, terpaan angin dari depan sangat membuat kayuhan
sepada makin lama makin berat. Seperti bonceng gajah kali ya? Tapi ya mau
gimana lagi, kalau ga kami kayuh ya ngga nyampe-nyampe.
Dan sungguh Tuhan itu maha pengertian, di tengah upaya
mati-matian para gowes mengayuh sepeda [nah yang ini lebay..gowes aja sampe
mati-matian], ada hidangan cincau hitam-manis yang siap ditelen di pinggir
jalan, dan kami mampir untuk minum di kedai cincau itu. Cincau dengan gula
aren. Lumayan ada tambahan glukosa sebagai bahan bakar menuju garis Finish.
Sujud syukur, Puji tuhan deh pokoknya.
Akhirnya dengan berbagai hadang-rintang yang ada, kami
akhirnya sampe di kantor Polsek Anggana, finish gitu deh. Rawe-rawe rantas,
dengan semangat kayuh tanpa batas, akhirnya perjalanan roda sepeda di hari itu
tuntas. Alhamdulillah…
Kutai Kartanegara, Februari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar