Selasa, 05 Februari 2013

Tempat Sampah


 Jika kamu adalah seorang yang baru memulai karir dalam dunia kerja, dan karirmu menjanjikan dengan gaji di atas rata-rata–paling tidak menurutmu atau teman dekatmu – atau kamu adalah seorang wirausaha muda yang mempunyai income menyentuh nominal puluhan juta perbulan, atau kamu yang semata wayang anak orang kaya yang menerima warisan utuh dari orang tua, atau siapaun kamu yang sudah mulai merancang atau memilih desain rumah yang cocok untuk kamu tempatin, jangan lupa untuk pengadaan tempat sampah. Baik itu bak sampah dari plastik yang bolong-bolong, atau tampungan sampah yang nempel di pagar depan rumah dimana setiap pagi petugas kebersihan di komplek anda mengambilnya dengan gerobak.

Tempat sampah itu kebutuhan untuk menampung sisa kebutuhan. Secara langsung sih kita ga butuh, yang manusia butuhkan hanya tiga yaitu pangan, sandang dan papan-yang lainnya mungkin masuk kategori “keinginan”. Tapi implikasi dari ke tiga itu lah manusia butuh yang namanya tempat sampah, apalagi implikasi dari kebutuhan manusia yang pertama.

Coba ingat kembali, atau ga usah diingatlah cukup kamu bayangkan saat kamu pulang dari kantor kerja, di jalan kamu menjumpai kios kebab langgananmu dan kamu memutuskan untuk berhenti dan membelinya beberapa potong. Sampai di meja makan, kamu menyantapnya, enak, cukup mengobati pinginmu pas kemarin-kemarin sebelum tanggal muda. Setelah itu mau dikemanakan bungkus atau kotak kebab yang enak rasanya itu (?). tak usah saya jawab lah itu, kamu-kamu yang berbagai latar belakang profesi juga tahu kemana tempat selanjutnya bungkus-bungkus itu.

Atau kamu yang pada hari minggu itu jalan di suatu mall, belanja baju, detergen, lotion, lipstick, shampoo atau kopi sachet ukuran sedang dengan isi bersih 600 g. semua barang tersebut pas di kasir akan diberi kantong plastik. Genre makanan akan dipisahkan dengan barang-barang yang mengandung zat toksik jika masuk ke mulut. Belum lagi barang dengan genre lain seperti seperti buah manggis atau sawi, itu juga akan dipisahkan lagi dengan lotion atau kopi. Sesampai masuk rumah, berapa plastik yang kamu bawa dari mall? Dan akan kamu kemanakan plastik-plastik itu? Atau bekas-bekas struk belanja yang cukup membuat tebal dompetmu karena pas petugas kasir memberikan uang kembalian ia sekaligus memberikan struk belanja itu secara bersama dan kamu memasukan kembalian dan struk belanja itu sama-sama ke dompet. Plastik belanja dan sisa lainya itu juga akan membutuhkan tempat buang. Itulah kenapa tempat sampah penting adanya.


Mau rumah joglo atau rumah dengan gaya mediterania, tetap, adanya tempat sampah itu adalah wajib. Itulah tempat sampah di lingkungan rumah. Tidak lain juga pada diri setiap kita, selain tempat sampah yang tadi, pada diri kita juga butuh tempat atau ruang untuk menampung kebosanan-kebosanan, kebencian-kebencian atau kekesalan-kekesalan yang muncul dari efek samping manusia bersosial, atau kekecewaan-kekecewaan yang timbul karena target pribadi kita meleset dan keseleo. Rasa bahagia dan senang dapat kita bagi pada keluarga, kerabat dan sahabat, juga calon mertua. Lain halnya dengan kesal dan kecewa, cukup kita buang pada tempat sampah yang telah kita siapkan.

Bahkan untuk kamu yang berbesar hati juga bisa jadi tempat sampah untuk sobatmu. Untuk mendengar curhatan kawanmu, dan sesekali memberi timbal balik akan apa yang di ocehkan. Namanya juga hidup, sampah dan efek samping dari apa yang kita lakukan itu pasti ada. Tinggal kita pilah-pilih kembali, mana yang masuk tempat sampah atau mana yang masih dapat didaur ulang.

Zaman sekarang, kulit manggis bisa jadi obat kangker. Jadi ga selamanya jadi sampah yang bau dan busuk. Bungkus rinso tak selamanya harus jadi sampah yang menumpuk di sungai ciliwung, bisa juga dimanfaatkan, didaur ulang menjadi tas atau payung. Kekecewaan juga tak selamanya kita buang dan lalu begitu saja. Perlu kita daur kembali. Kita pikir ulang, kenapa kekecewaan itu muncul, kenapa kekesalan itu timbul pasti ada penyebab. Dari proses itulah kepekaan diri kita terasah, sehingga di kemudian hari kekesalan dan kekecewaan itu bisa terminimalisir.

Tempat sampah itu harus ada kawan. Baik tempat sampah dalam diri maupun tempat sampah dalam arti sebenarnya.

-hp-

Kukar, Januari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar