Tempat sampah itu kebutuhan untuk menampung sisa
kebutuhan. Secara langsung sih kita ga butuh, yang manusia butuhkan hanya tiga
yaitu pangan, sandang dan papan-yang lainnya mungkin masuk kategori “keinginan”.
Tapi implikasi dari ke tiga itu lah manusia butuh yang namanya tempat sampah,
apalagi implikasi dari kebutuhan manusia yang pertama.
Coba ingat kembali, atau ga usah diingatlah cukup
kamu bayangkan saat kamu pulang dari kantor kerja, di jalan kamu menjumpai kios
kebab langgananmu dan kamu memutuskan untuk berhenti dan membelinya beberapa
potong. Sampai di meja makan, kamu menyantapnya, enak, cukup mengobati pinginmu
pas kemarin-kemarin sebelum tanggal muda. Setelah itu mau dikemanakan bungkus atau
kotak kebab yang enak rasanya itu (?). tak usah saya jawab lah itu, kamu-kamu
yang berbagai latar belakang profesi juga tahu kemana tempat selanjutnya
bungkus-bungkus itu.
Atau kamu yang pada hari minggu itu jalan di suatu
mall, belanja baju, detergen, lotion, lipstick, shampoo atau kopi sachet ukuran
sedang dengan isi bersih 600 g. semua barang tersebut pas di kasir akan diberi
kantong plastik. Genre makanan akan dipisahkan dengan barang-barang yang
mengandung zat toksik jika masuk ke mulut. Belum lagi barang dengan genre lain
seperti seperti buah manggis atau sawi, itu juga akan dipisahkan lagi dengan
lotion atau kopi. Sesampai masuk rumah, berapa plastik yang kamu bawa dari
mall? Dan akan kamu kemanakan plastik-plastik itu? Atau bekas-bekas struk
belanja yang cukup membuat tebal dompetmu karena pas petugas kasir memberikan
uang kembalian ia sekaligus memberikan struk belanja itu secara bersama dan
kamu memasukan kembalian dan struk belanja itu sama-sama ke dompet. Plastik
belanja dan sisa lainya itu juga akan membutuhkan tempat buang. Itulah kenapa
tempat sampah penting adanya.
Mau rumah joglo atau rumah dengan gaya mediterania,
tetap, adanya tempat sampah itu adalah wajib. Itulah tempat sampah di
lingkungan rumah. Tidak lain juga pada diri setiap kita, selain tempat sampah
yang tadi, pada diri kita juga butuh tempat atau ruang untuk menampung
kebosanan-kebosanan, kebencian-kebencian atau kekesalan-kekesalan yang muncul
dari efek samping manusia bersosial, atau kekecewaan-kekecewaan yang timbul
karena target pribadi kita meleset dan keseleo. Rasa bahagia dan senang dapat
kita bagi pada keluarga, kerabat dan sahabat, juga calon mertua. Lain halnya
dengan kesal dan kecewa, cukup kita buang pada tempat sampah yang telah kita
siapkan.
Bahkan untuk kamu yang berbesar hati juga bisa jadi
tempat sampah untuk sobatmu. Untuk mendengar curhatan kawanmu, dan sesekali
memberi timbal balik akan apa yang di ocehkan. Namanya juga hidup, sampah dan
efek samping dari apa yang kita lakukan itu pasti ada. Tinggal kita pilah-pilih
kembali, mana yang masuk tempat sampah atau mana yang masih dapat didaur ulang.
Zaman sekarang, kulit manggis bisa jadi obat
kangker. Jadi ga selamanya jadi sampah yang bau dan busuk. Bungkus rinso tak
selamanya harus jadi sampah yang menumpuk di sungai ciliwung, bisa juga
dimanfaatkan, didaur ulang menjadi tas atau payung. Kekecewaan juga tak
selamanya kita buang dan lalu begitu saja. Perlu kita daur kembali. Kita pikir
ulang, kenapa kekecewaan itu muncul, kenapa kekesalan itu timbul pasti ada
penyebab. Dari proses itulah kepekaan diri kita terasah, sehingga di kemudian
hari kekesalan dan kekecewaan itu bisa terminimalisir.
Tempat sampah itu harus ada kawan. Baik tempat
sampah dalam diri maupun tempat sampah dalam arti sebenarnya.
-hp-
Kukar, Januari
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar