Senin, 01 April 2013

Bogor


Bogor di sekitar Tugu Kujang
Bogor. Itu nama kotanya. Identik dengan hujan, angkot , Kebun raya, puncak dan apalagi ? oh iya, IPB, kampus pertanian yang di bangun pada masa pemerintahan Bung karno.

Apa kesan kamu saat datang ke Bogor? Bagi kamu yang pertama menginjakkan kaki ke Bogor dan lewat pintu stasiun Bogor, kemudian kejebak macet di Merdeka, berarti kamu sedang diuji kesabaranmu. Selamat datang di kota macet..cet..cet. Hhehe. Bagi yang hari pertama merasakan tak henti-henti hujan menyiram kota ini, berarti jiwa kamu sedang panas kali ya (?) makanya tuhan memberikan siraman air , nah biar adem lagi kamunya harus ke tempat ibadat supaya dapat siraman rohani. Dan ada catatan nih, bagi yang beribadat di hari minggu, mohon maaf, karena di rumah ibadat di daerah Yasmin masih terus diusik oleh oknum yang galak dan ngerasa keyakinanya paling benar. Semoga polemik tersebut segera reda, dan mereka-mereka yang beribadat dapat menjalankan dengan khusyu.

Kebun raya? Orang yang perdana ke Bogor dan langsung njujug kebun raya brarti ianya lagi nuris. Kamu nggumun dengan pohon bangkris yang besar di kebun raya? wajar, karena di hutan sana sudah tak mudah kamu menjumpainya. Tapi ati-ati di kebun raya, di sana terdapat pohon Gluta rengas, salah kreatif tanganmu ngorek-ngorek pohon itu, yang ada bakal melepuh tuh kulit tangan. Puncak, puncak pas. Ditempat ini kamu bisa menikmati lampu kota berkelip kala malam hari. Oh iya, di sana juga banyak villa. Maka jangan heran kalau Jakarta langganan kena banjir. Hheuheu. Saat kamu turun dari terminal Baranang siang dan mengarah ke tugu kujang, maka di deket tugu tersebut ada bangunan gaya imperial yang cukup megah dan berparas cendikia. Itulah bangunan kampus IPB Baranang siang. Tapi bangunan tersebut kini hanya digunakan oleh mahasiswa pasca sarjana. Untuk mahasiswa S1 sekarang bermarkas di kampus IPB Darmaga.

Rasanya ada satu lagi hal yang sangat penting yang ada di Bogor, tapi gimana nyampeinya ya? Ah entar dulu lah. Dari pada bingung mending cerita yang lainya. Ingat Khunti? Iya, Dewi Khunti maksudnya. Dari macet sampai puncak yang saat ini sudah mampet [mampet untuk air yang akan meresap ke tanah maksudnya] kunti sudah mengalami. Dan ia juga hati-hati saat praktikum di Kebun raya Bogor, supaya getah Gluta rengas tak mengenai kulitnya. Sekarang iya juga tak jahil lagi untuk memetik bunga abadi saat mendaki di Surya kencana. Hhaha,, karena dulu memang ada adagium yang menyatakan bila cintamu pada seseorang itu abadi, nyatakanlah dengan bunga abadi-edelweiss. Bunga edelweis jadi sempat terancam keberadaanya. Setiap kelompok yang menyatakan “pecinta alam”, eh mereka malah rame-rame metik bunga estetik ini. Edelweis terancam dan keberadaanya makin mencekam. Tapi itu dulu, sekarang para pecinta alam kayaknya sudah mulai mengerti makna bunga abadi, pecinta alam dan bagaimana bercumbu dengan alam-biarlah bunga itu abadi di rumahnya. Walaupun, tetap, satu dua pendaki masih juga usil dengan bunga itu.

Namanya juga mahasiswa, jiwa kritisnya dapat muncul kapanpun jua. Meskipun iya selalu setia menggunakan jasa angkot, baik yang trayek kampus dalam, kosong dua ataupun kosong tiga tapi Khunti selalu nggrutu dengan kemacetan di Bogor. Memang, angkot punya kontribusi dalam kemacetan di Bogor. Populasinya bak tanaman akasia di Taman Nasional Baluran. Buanyak betul, sampe-sampe di sepanjang jalan itu penuh dengan angkot. Kalau di daerah Jawa timur, penumpang yang nunggu angkutan, beda dengan Bogor. Antrian angkot yang malah mengantre mencari penumpang. Tak jarang juga tindak kriminal terjadi di angkot. Dompet kecopet, atau saat turun angkot tau-tau hape sudah luput dari tas. Hheuheu,,, sadis emang itu copet. Sudah tau juga mahasiswa, tetap ja dijambret. Si jambret memang tak tau diri, ia ngga tau apa nasib mahasiswa di setiap tanggal 20 ke atas. Nyaris sadis dah.. bisa-bisa sarapan dan makan siang di rapel. Lah , , malah nyurhat.

Memang keberadaan angkot sebenarnya harus mendapat perhatian oleh pemerintah. Tak cukup bayar ongkos untuk mendapatkan trayek, tapi juga penerapan standarisasi kenyamanan angkot juga harus dievaluasi. Bogor adalah kota seribu angkot. Slogan yang entah dari mana itu dilahirkan, seharusnya menjadi nilai tambah tersendiri untuk pemerintah. Dengan pengelolaan transportasi massa yang baik dan layak untuk masyarakat akan menjadikan icon tersendiri untuk Bogor.

Tapi yaa namanya pemerintah, entah apa yang diurus sama mereka. Oh iya,,, mungkin mereka lagi ngurus pembagian uang pajak, atau sibuk ngurus para istri dengan membangunkan villa-villa di puncak, sehingga untuk urusan transportasi terbengkalai. Hheuheu. Kalau sudah begini, masyarakatlah yang harus lebih adaptif dengan kondisi angkot di Bogor. Kemacetan, hal ini dapat disiasati dengan brangkat lebih awal untuk menuju kampus ataupun kantor kerja, supaya tidak telat jam masuk. Ekstra hati-hati dalam membawa barang elektronik juga sudah siaga satu. Mitigasi dalam mengamankan barang-barang berharga saat dalam angkot menjadi harga mati. Kita semua ngga mau kehilangan henpon kan? Nah,,, seperti halnya dengan yang lainya, Khunti pun begitu.

Ehh,,, kok saya jadi sok tau gini dengan Bogor yak.. Padahal nih tulisan sayanya pas lagi di Tenggarong sebrang. yo wes lah,, meskipun begitu, dengan Bogor plus resiko-resikonya, tetap,,, Bogor itu ngangenin. Entah dengan hujanya atau dengan kampus tercinta atau dengan…. diiiaa [pas baca ini pake nada lagunya Maliq yang judulnya “Dia” yak, biar lebih terdramatisir,,hheuheu]. Nah!! Mungkin itu pointnya, aku rindu Dia, bunga kamboja.

Kamboja


-hp-

Tenggarong Sebrang, 1 April 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar